Pendidikan
Anti Korupsi Sejak Usia Dini
Pernahkah kita
bertanya “bagaimanakah prilaku korupsi itu terbentuk?”.
Dari
dulu sampai hari ini, kasus korupsi terus mengkaderisasi. Meskipun pemerintah
telah banyak menyediakan solusi untuk kasus ini, hal itu masih belum cukup
mampu mempengaruhi dan mencegah terjadinya tindak korupsi.
Dari
sekian banyak kasus korupsi yang telah di pecahkan oleh KPK membuktikan bahwa
korupsi bukan sekedar kasus kejahatan, melainkan kanker masyarakat yang kini
semakin mengkronis. Oleh karena itu, korupsi harus segera diberantas
keberadaannya dan di cegah untuk tumbuh (mengkader) kembali.
Saat
ini telah banyak lembaga pendidikan yang menerapkan pendidikan anti korupsi.
Dari tingkat SD sampai PERGURUAN TINGGI. Akan tetapi interpretasi dari hal ini
belum terbukti.
Apa
yang harus kita lakukan?
Perlu
kita ingat bahwa timbulnya sikap dan terbentuknya kepribadian seorang individu
bukan sejak duduk di bangku sekolah, melainkan sejak awal individu itu mengenal
kehidupan, sejak ia mulai melihat dan bisa membedakan warna, bentuk benda, dan
lain-lain. Artinya sikap dan kepibadian seseorang itu terbentuk sejak kecil.
Sejak ia mengenal lingkungan keluarga.
Pada
usia dini, seorang individu cenderung selalu ingin mencoba suatu hal yang belum
pernah ia ketahui, manjat pohon misalnya, atau mencicipi rasa garam dan gula di
dapur. Pada usia dini ini, individu juga cenderung selalu ingin meniru tingkah
laku, perbuatan dan perkataan orang-orang disekitarnya. Hal ini menjadi
kesempatan bagi lingkungan di sekitarnya untuk membentuk kepribadiannya menjadi
pribadi yang sesuai dengan lingkungan itu sendiri.
Seorang
anak yang hidup di lingkungan pesantren akan tumbuh besar dengan pribadi
santri. Anak yang hidup dilingkungan elit (kaya) akan tumbuh besar dengan
(kebanyakan) pribadi manja, karena apapun yang ia ingin dan butuhkan dalam hidup
kesehariannya serba instan; anak yang
hidup dilingkungan yang terlalu ketat dengan peraturan akan tumbuh besar dengan
pribadi pembohong, karena rasa takut akan melandanya saat ia melakukan sebuah
kesalahan sehingga mendorongnya untuk berbohong; Atau seorang
anak yang hidup di lingkungan yang bebas tanpa aturan, ia akan tumbuh dengan
pribadi bebas sehingga ia bertindak semaunya tanpa ada yang menghalangi.
Dari
beberapa contoh diatas, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seorang
individu dalam proses pembentukan kepribadiannya.
1. Pengaruh
lingkungan keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang dikenal dan dipercaya oleh seorang individu.
Namun kadang kala ada suatu tindakan kecil yang terjadi di lingkungan ini, yang
tidak disadari bahwa tindakan kecil ini memiliki pengaruh besar dalam
pembentukan pribadi seorang individu.
Contoh
Suatu
hari seorang anak meminta uang jajan pada ibunya, karena sang ibu sibuk dengan
pekerjaannya, mencuci, maka sang ibu mengizinkan sang anak mengambil sendiri
uang jajannya didalam dompet sang ibu.
Jika
hal ini berlangsung beberapa kali, maka semakin jelas pengaruh tindakan sang
ibu terhadap pembentukan pribadi sang anak. Pada saat yang kedua atau yang
ketiga kalinya sang ibu bertindak semacam itu akan besar kesempatan sang anak
untuk mengambil uang lebih. Oleh karena itu, sudah bisa di pastikan tindakan
semacam ini akan
mempengaruhi pembentukan pribadi sang anak untuk menjadi pribadi korup.
2. Pengaruh
lingkungan teman bermain
Teman
bermain merupakan lingkungan yang melanjutkan pengaruh dari lingkungan
keluarga.
Rasa
berbagi akan tumbuh pada saat pertemanan terjadi, namun pada saat yang sama
muncullah konflik kecil yang memiliki pengaruh besar. Saling memperebutkan
mainan, misalnya. Dari konflik kecil ini sang anak akan mulai berhati-hati pada
orang-orang di sekitarnya, sehingga ia akan memilih siapa yang pantas jadi
temannya dan siapa yang tidak pantas. Berangkat dari kasus ini maka timbullah
yang namanya diskriminasi dan pembulian.
Tindakan-tindakan
semacam ini memiliki pengaruh besar dalam pembentukan pribadi sang anak. Jika
tindakan ini terus berlangsung, maka pengaruhnya juga semakin jelas bahwa sang anak akan memiliki pribadi yang hedonis.
Mengacu pada pribadi yang hedonis pada akhirnya sang anak menjadi pribadi
korup.
3. Pengaruh
lingkungan sekolah
Sekolah
merupakan lingkungan selanjutnya yang memiliki kesempatan dalam membentuk kepribadian
seorang individu. Salah satu contoh
tindakan
yang dapat membentuk pribadi korup adalah menyontek, dan tindakan guru yang
kadang kala tanpa sadar mengambil tindakan yang membuat muridnya semakin ingin
melakukan tindakan jellek yang sama atau tindakan jellek yang lain.
Misalnya,
seorang guru menghukum muridnya yang bikin gaduh di kelas dengan cara
mempermalukannya didepan kelas. Tindakan ini tidak akan membuat sang anak
berubah menjadi baik, melainkan sebaliknya. Dia akan mencari tindak kenakalan
lain untuk membalas teman-teman yang menertawakannya atau bahkan untuk lebih
menyusahkan gurunya.
4. Pengaruh
situasi dan kondisi
Situasi
dan kondisi adalah suatu keadaan yang memaksa untuk melakukan sebuah tindakan,
baik suka atau tidak. Situasi dan kondisi merangkum ketiga lingkungan diatas,
baik yang telah berlalu maupun yang akan datang. Itulah sebabnya mengapa dengan
secara tidak masuk akal situasi dan kondisi memaksa seorang individu melakukan
tindakan yang tidak seharusnya, seperti memotong shooting sebuah sinetron yang
masih berlangsung.
Cut!
Baik
untuk menunda atau mengubah alur cerita. Hal ini membuktikan bahwa situasi dan
kondisi mempengaruhi pembentukan kepribadian individu secara langsung.
Contoh
Seorang
anak yang hidup di perdesaan cenderung memiliki pribadi polos. Ketika ia pindah
kekota maka sudut pandang hidupnya pun berubah, karena harus mengikuti situasi
dan kondisi yang ada di lingkungan itu. Ketika ia pulang lagi kekampung
halamannya maka ia akan kembali dengan pribadi (sedikit banyak) yang berbeda
dari sebelum ia pergi kekota.
Apa
yang harus kita lakukan untuk menghindari atau setidaknya kita memberi yang
terbaik kepada generasi selanjutnya?
Perlu
kita ingat kembali bahwa timbulnya sikap dan terbentuknya kepribadian seorang
individu bukan sejak duduk di bangku sekolah, melainkan sejak awal individu itu
mengenal kehidupan. Oleh karena itu menanamkan pendidikan anti korupsi bukan
hanya di mulai dari bangku sekolah, melainkan mulai ia mengenal kehidupan.
Semenjak seorang individu mulai mendengar, melihat dan menyentuh.
Melihat
fakta bahwa anak kecil suka mencoba dan meniru, maka ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk menghindari terbentuknya pribadi korup.
1. Orang
tua yang merupakan orang pertama yang di kenal dan dipercaya oleh seorang
individu baru (anak) harus memperhatikan 4 hal:
a. Menjaga
tingkah laku di depan sang anak
b. Mempertimbangkan
setiap tindakan yang akan di transformasikan kepada sang anak.
c. Berhati-hati
saat berbicara didepan sang anak.
d. Jangan
meremehkan hal sekecil apapun.
2. Orang
tua juga memiliki peran penting saat sang anak mulai mengenal lingkungan kedua,
yakni teman bermain. Pada saat konflik terjadi diantara mereka, orang tua harus
segera menjadi penengah di antara mereka dengan memperhatikan 4 hal diatas dan
tidak boleh memihak, karena akal mereka masih belum cukup untuk memahami apa
yang terjadi.
3. Batasi
sang anak dalam menyaksikan acara televisi yang menyangkut kehidupan orang
dewasa, seperti drama keluarga, misalnya, atau film-film remaja. Dan berikan
sang anak film-film yang dapat mentransformasikan nilai-nilai moral, film Upin
dan Ipin, misalnya.
4. Saat
sang anak mulai berproses di bangku sekolah, jangan biarkan anak berada dalam
situasi bosan dan suntuk saat menerima pelajaran, karena semua pelajaran yang
ia terima akan mudah terlupakan atau dia tidak mendengarkan. Sehingga saat ia
di beri tugas, dengan terpaksa bahkan tanpa merasa berdosa akan menyontek punya
temannya. Dari sanalah budaya menyontek di mulai.
Pihak
sekolah hendaknya mengurangi persentase hasil tes tulis dan meningkatkan
persentase hasil praktek atau studi lapangan, karena hal itu lebih terpercaya.
Misalnya, jika pelajaran matematika disuruh praktek kedepan satu per satu dan
mengajarinya sampai bisa, jika pelajaran biologi disuruh praktek menanam pohon
atau meneliti struktur tubuh hewan dan lain-lain.
Dalam
hal ini, guru harus memberikan persentase lebih terhadap nilai prektek. Karena
praktek akan membentuk pribadi yang jujur dan bertanggung jawab.
5. Pada
saat mentransformasikan nilai-nilai moral kepada anak harus dengan cara bil
hikmah atau lemah lembut, pelan-pelan. Kerena hal ini juga dapat menjadi
indikator pribadi yang sabar.
6. Jika
sang anak sudah mulai cukup umur untuk memahami sebuah peristiwa, maka
sekali-kali ajaklah sang anak untuk mengenal budaya. Baik budaya daerah sendiri
maupun budaya daerah lain. Sehingga jika suatu saat nanti sang anak
berkesempatan mampir ke daerah
yang sudah ia ketahui budayanya, ia tidak akan terkejut dan dapat beradaptasi,
dan ketika ia pulang ia akan tetap mempertahankan kepribadiannya.
Selamat mencoba!!!
DAFTAR PUSTAKA
n M, Sarwan. Psikologi perkembangan.Jember:
pustaka RADJA
n sosiologi